Pati – jursidnusantara.com Marwah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dalam tatanan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan tempat untuk menempa mental dan moral manusia yang dinyatakan bersalah di muka hukum. Alih alih untuk pembinaan disinyalir kuat ada praktek bisnis besar dibalik penderitaan warga binaan.
Di sana para pelaku kejahatan wajib diberikan bimbingan dan pembinaan jasmani maupun rohani, mulai dari bimbingan spiritual (keagamaan) hingga pembinaan ketrampilan kerja. Hal itu bertujuan agar para Narapidana tersebut menjadi sosok yang lebih baik dari sebelumnya jika nanti kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Namun hal itu ternyata tidak diimplementasikan dengan baik oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Pati. Pasalnya, menurut beberapa pengunjung dan Exs Narapidana mengemukakan, kalau di Lapas Pati disinyalir banyak terjadi praktek ajang bisnis di dalam penjara Pati. Diantaranya seperti jual beli kamar hunian, fasilitas alat komunikasi dan ruang khusus bagi narapidana untuk menggunakan handphone.
Dari penuturan D, mantan Narapidana Lapas Pati yang baru saja bebas, untuk menggunakan fasilitas warung telekomunikasi (Wartel) Narapidana wajib membayar Rp 500 rupiah persatu menit. Namun prakteknya dalam sekali telfon mereka harus membayar Rp 5000 rupiah.
“Mau telfon 5 menit atau 10 menit mereka harus bayar Rp 5000 rupiah. kalau di atas 10 menit mereka harus daftar lagi dan bayar Rp 5000 lagi.” terangnya.
Untuk wartel, lanjutnya, di Lapas Pati disediakan 4 sampai 6 handphone, dan menurut sumber informasi, dalam satu mempu menghasilkan uang sebesar Rp 1 juta lebih.
“Kata Tampingnya (tahanan pendamping) yang mengurusi wartel, perhari pendapatan wartel mencapai Rp 1 juta lebih. dan uang tersebut kemudian diserahkan ke bidang KPLP (Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan).” terangnya,
Hal tersebut juga dibenarkan oleh beberapa mantan Napi Lapas Pati. Sementara menyoal tentang fasilitas narapidana yang bisa menggunakan alat komunikasi di ruang pejabat Lapas Pati, dirinya membenarkan hal tersebut.
“Seperti Kaji Tomo, sekali masuk langsung bisa menggunakan handphone di ruang KPLP, dan langsung diberikan kegiatan untuk mengelola perikanan di lokasi aula lapas Pati.” pungkas mantan Napi lain yang berbincang dengan awak media ini.
Tak hanya itu, dijelaskan salah satu pengunjung berinisial K, warga Kecamatan Sukolilo, Pati, semenjak anaknya mendekam di Lapas Pati dirinya banyak pengeluaran.
“Bongko mas, jangan sekali-kali masuk penjara, biaya hidupnya mahal. seminggu saja saya harus nyiapin uang Rp 500 lebih untuk memenuhi kebutuhan anak saya, bagi yang berduit malah seperti raja di sana.” celetuknya sambil menuntun sepeda motor saat keluar dari tempat parkir Lapas Pati.
/Tim.