Guna Menutup Beban Operasional, Tarif PDAM Tirta Bening Naik

Pati,jursidnusantara,com Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bening Kabupaten Pati berlakukan kenaikan  rancangam  tarif baru. Tarif yang berlaku sejak tahun 2011 sampai sekarang dianggap sudah tidak relevan dan tidak mampu menutup beban operasional, Kamis (5/9/2024).

 

Bambang Soemantri, Direktur Utama (Dirut) PDAM Tirta Bening Pati dalam paparannya memaparkan, bahwa selama ini tarif yang berlaku sampai saat ini adalah sejak tahun 2011, sesuai dengan Peraturan Bupati Pati Nomor 13 tahun 2011, yakni sudah selama 13 tahun.

 

“Sehingga tarif yang diberlakukan saat ini sudah tidak mampu lagi menutup biaya dasar PDAM Pati. Hal ini terlihat dari pendapatan dalam kurun waktu tahun 2013 hingga 2023 semakin sulit mengimbangi beban operasional perusahaan, sedangkan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Pati selalu mengalami kenaikan pada setiap tahunnya,” terang Bambang.

 

Adapun dasar hukumnya diantaranya, UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, PP 121 tahun 2014 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air, PP 122 tahun 2015 tentang Sistem Pelayanan Air Minum, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Subsidi Pemerintah Daerah kepada Badan Usaha Milik Daerah penyelanggara penyediaan air minum,

Read  Ketua DPRD Pati Dukung Penataan Ulang Alun-alun Kembangjoyo

 

“Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016, tentang Perhitungan dan Penetapan tarif Air Minum, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2020, Perubahan Permendagri Nomor 71 tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan tarif Air Minum,” jelasnya.

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Tarif adalah Kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik), Inflasi setiap tahun naik rata-rata 2-3 persen, kenaikan harga BBM Industri, harga barang-barang operasional PDAM, biaya jasa pengelolaan sumber daya air (BJPSDA) dari Perum Jasa Tirta, Pajak, Retribusi, dan Perijinan.

 

“Termasuk biaya pemeliharaan dan operasional lainnya juga naik. Rencana investasi pengembangan SPAM atau peningkatan air baku. Kemudian prinsip dasar penetapan tarif Keterjangkauan dan keadilan maksimal 4 persen dari UMK. Efisiensi pemakaian air, mutu pelayanan atau kontinuitas pelayanan, transparansi dan akuntabilitas, pemulihan biaya atau menutup biaya operasional, dan perlindungan air baku,” lanjutnya.

Read  Tutup Expo 2023 Desa Pasuruhan Kidul Kudus Dengan Jalan Sehat Dan Kethoprak Dalam Rangka HUT RI Ke 78

 

Sementara, dalam amanat Permendagri Nomor 21 tahun 2020 mengenai tarif batas atas. Sebagaimana dimaksud Pasal 7A ayat 1 huruf a menerangkan tidak melampaui 4 persen (empat perseratus) dari pendapatan masyarakat pelanggan.

 

“Pasal 3 ayat 1 dimaksud, penetapan tarif untuk standar kebutuhan pokok air minum disesuaikan dengan kemampuan membayar pelanggan yang berpenghasilan sama dengan Upah Minimum Provinsi, serta tidak melampaui 4 % (empat perseratus) dari pendapatan masyarakat pelanggan,” tuturnya.

 

Untuk data Variabel penetapannya antara lain, standar kebutuhan pokok air minum 10 m³ per SR per bulan, upah minimun provinsi atau UMK, pendapatan masyarakat pelanggan, tarif batas atas Perumda Tirta Bening.

 

“UMK di Pati pada tahun 2024 mencapai Rp 2.190.000 per bulan, dan untuk pembayaran air paling tinggi dibatasi sebesar 4 % berada di angka Rp 87 ribu,” ungkapnya.

Read  Peduli Sosial, SD N Muktiharjo 01 Salurkan Bantuan Air Bersih

 

Arif Wibowo, S.E M.Ak, Konsultan Semarang menambahkan, jika dari 35 PDAM yang ada di Jawa Tengah (Jateng) yang paling minim pendapatnya ada dua kabupaten, yakni Jepara dan Pati. Untuk itu, agar bisa melakukan penyesuaian tarif.

 

“Bicara kajian, semestinya dalam tiga atau lima tahun terakhir harus ada penyesuaian. Apalagi biaya hidup pasti setiap tahun mengalami peningkatan. Namun tetap tidak boleh melebihi 4 persen dari UMR atau setara 87 ribu rupiah,” tambahnya.

 

Naiknya harga PDAM di rumah tangga kelas A sebesar Rp. 200 per kubik atau setara Rp. 3.500 perbulan. Dan Rp. 900 untuk niaga besar atau setara Rp. 4.500 rupiah perbulan. Dan angka ini lebih rendah dibandingkan dengan perubahan di kabupaten lain. Seperti Kudus, Rembang, Blora, Demak, Semarang.

 

“Diakui, tingkat efisiensinya atau dalam kesadaran dalam pembayarannya di Kabupaten Pati itu bagus, mencapai 98 persen,” pujinya.

 

(Ijan Yono)