KUDUS – jursidnusantara.com http://jursidnusantara.comSejumlah warga Desa Kajar, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus geruduk kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kudus Jl. Jenderal Sudirman, turut Desa Rendeng, Kecamatan Kota, Kudus. Selasa, 10 September 2024.
Awal mula demo tersebut dipicu dari rencana pembangunan sumur bor atau Air Bawah Tanah (ABT) di wilayah Desa Kajar menuai polemik sehingga muncul kubu pro kontra dari sejumlah warga. Beberapa warga ada yang tidak setuju, sebagian lainnya banyak yang mendukung.
Alhasil, pembangunan sumur bor yang sudah mulai dikerjakan, akhirnya dihentikan sementara. Karena tidak segera mendapat kepastian warga pun menggeruduk dinas PUPR Kudus, sekira pukul 09.00 WIB dengan naik mobil bak terbuka.
Turun dari mobil, mereka kemudian membentangkan sejumlah kertas bertuliskan permintaan agar pembangunan sumur bor di Desa Kajar dilanjutkan. Salah satunya tertulis “Kami Warga Kajar Masih Butuh Sumur Bor”.
Sebelum keadaan semakin gaduh, Dinas PUPR mengajak perwakilan warga yang datang untuk audiensi. Pihak yang minta dilanjutkan juga dipertemukan dengan pihak yang menolak.
Selain itu, ada pula Kepala Desa Kajar serta pihak-pihak terkait lainnya yang ikut dalam audiensi tersebut.
Sebagai salah satu pihak yang tidak setuju dengan pembangunan sumur bor di Desa Kajar, Sutikno mengatakan bahwa dirinya sebenarnya tidak menolak program sumur bor.
“Bukan menolak programnya, tapi kenapa sumber mata air yang sudah lebih dari cukup, kenapa sumur bor yang dibuat, sama-sama pakai anggaran, kenapa tidak menata itu (aliran air yang sudah ada),” ujarnya mewakili Aliansi Masyarakat Kajar usai audiensi.
Sutikno melanjutkan, sekitar tahun 2020 ada tim dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) yang sudah menyepakati agar sumber mata pemukaan bisa dimanfaatkan warga secara berkeadilan sosial. Bila ada kelebihan, bisa dialirkan ke sungai atau sawah petani.
Saat disinggung karena masih banyak warga Kajar yang setuju agar sumur bor dilanjutkan, Sutikno tidak ingin berkomentar banyak.
“Ini aturan, kita berpijak pada aturan, saya malah tanda tanya, ada ini (geruduk kantor Dinas PUPR) ide siapa,” ujarnya.
Sementara itu, Edi Purnomo menyebut saat ini proyek sumur bor sudah selesai di satu titik dan akan berlanjut ke titik yang lainnya. Dari satu titik tersebut warga Desa Kajar merasakan manfaat sunur bor tersebut.
Namun tiba-tiba masyarakat mendengar warga lainnya yang ingin proyek tersebut dihentikan. Sehingga ketika mereka mendengar kabar ini, mereka langsung sepakat untuk menyuarakan aspirasinya langsung ke Dinas PUPR
Kepala Desa Kajar, Bambang Totok Subianto menjelaskan, kepada warga yang pro maupun kontra yang pada intinya semuanya sama-sama ingin mendapatkan air bersih.
Begitu pula yang diinginkan Pemerintah Desa (Pemdes) Kajar, berharap ketersediaan air bagi warganya terpenuhi. Terlebih air menjadi bahan baku yang tidak bisa digantikan apapun.
“Makanya, kami dari Pemdes membuat proposal ke Dinas PUPR untuk menata atau membuat sumur bor dulu,” jelasnya.
Melihat perkembangan zaman seperti saat ini, dirinya memiliki keyakinan bahwa di masa depan akan semakin sedikit orang yang mau menggunakan air pegunungan yang mengalir lewat pipa.
Pasti lebih banyak yang memilih menggunakan air seperti PDAM yang mana setiap menghidupkan keran air langsung keluar air bersih, meskipun harus membayar setiap bulannya.
“Kami ingin penataan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), tanpa ditertibkan pun air permukaan yang ada di lereng Muria itu nanti secara kehidupan modern ini akan berhenti sendiri dan air itu akan mati, salurannya akan kembali ke persawahan, ke sungai, jadi ekosistem alam bisa terjaga dan kembali lestari,” terangnya.
Lebih lanjut Bambang menambahkan, jika Pemdes Kajar mengusulkan pembuatan 3 sumur bor ke Dinas PUPR Kudus. Hal tersebut dilakukan agar seluruh warga Desa Kajar bisa mendapat akses air bersih.
Karena memang saat ini prosentase pendistribusian air masih secara manual dan belum bisa seluruhnya terlewati pipanisasi.
“Kami ada cadangan air telaga, itu bisa mengaliri 3.500-an rumah warga. Namun karena masih manual jadi hanya 610 rumah saja yang teraliri. Adanya sumur bor inilah yang kemudian ini jadi solusi. Sama saja, nanti juga akan diserap lagi airnya oleh alam,” tuturnya.
Mengenai potensi penggunaan air permukaan, Bambang mengatakan untuk saat ini memang masih bisa dan baik-baik saja. Namun melihat cepatnya perkembangan manusia dan teknologi, bukan tidak mungkin dalam lima tahun ke depan terjadi permasalahan.
”Karena itulah kami mengajukan pengerjaan sumur bor ini, supaya anak cucu nanti juga tetap bisa mendapatkan pasokan air yang cukup dan layak,” pungkasnya.
(Elm@n)