JAKARTA – jursidnusantara.com Komisi C DPRD Kudus mengadakan kunjungan kerja (Kunker) ke Kementrian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) terkait penerapan regulasi perluasan tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di Desa Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus pada hari Selasa pagi, 26 Agustus 2025.

Pranoto, SE wakil ketua Komisi C DPRD Kudus mengatakan, bahwa kami hadir bersama dengan rombongan DPRD Kudus komisi C yang diwakili oleh Zainal Arifin, Pranoto, Rochim Sutopo, Sa’diyanto, dan Sya’roni, dari Dinas KPLH Kudus Heri, Meri, dan Handy, juga dari Sekwan Raras Laksita, Rizal, dan Riyanti.
“Kami dari komisi C DPRD Kudus mengadakan Kunker ke Kementrian Lingkungan Hidup di Jakarta bersama dengan KPLH Kudus, dan Sekwan,” katanya.
Dalam kunjungan tersebut kami bersama rombongan diterima langsung oleh Deputi Dirjen Persampahan Kementerian Lingkungan Hidup RI bapak Heri Rura Batubara dan staf juga ada Heri Susanto dan Iwan dari Waste Crisis Center (WTC).
Lebih lanjut Fraksi PDI Perjuangan, Pranoto menambahkan, dalam pembahasan di Dinas PKPLH Kudus ada anggaran 9,7 milyar untuk pembelian lahan kurang lebih 2 hektare (Perluasan TPA di Tanjungrejo).
Dari komisi C tidak setuju karena perluasan lahan tersebut rentan hanya digunakan open dumping (penumpukan sampah). Bahkan sudah ada 343 Kabupaten/Kota yang sudah disurati pihak kementrian agar segera mengolah sampah bukan open pendamping, karena hal tersebut jika masih dilakukan akan terjerat pidana.
Oleh karena itu, komisi C kami ajak ke kementrian lingkungan hidup untuk mempertanyakan kepastian dan aturan yang sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

Pranoto juga menjelaskan, bahwa di berbagai daerah sudah mendesak pemerintah daerah (Pemda) untuk menghentikan praktik open dumping dan segera mengimplementasikan sistem pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan, seperti sanitary landfill, sesuai arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dalam pertemuan kali ini diharapkan terlebih dahulu ada kajian yang mendalam, kemudian bukti status tanahnya bagaimana.? Ada surat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup, batas tanah agar supaya di pagar atau dibatasi, agar supaya tidak dibuat untuk timbunan sampah, dan yang terakhir yang perlu diperhatikan penting adalah posisi amdalnya.
“Jika dari lima unsur tersebut terpenuhi, maka kami dari Komisi C DPRD Kudus menyetujuinya, namun jika hal tersebut tidak terpenuhi, maka perluasan lahan tersebut tidak kami setujui. Hal tersebut kami lakukan guna untuk kebaikan bersama tanpa menimbulkan masalah hukum dikemudian hari,” pungkasnya.

Sementra itu, Deputi Dirjen Persampahan Kementerian Lingkungan Hidup RI bapak Heri Rura Batubara menjelaskan, bahwa latar belakang Regulasi dan Tindakan KLHK adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan penutupan TPA open dumping dan penggantian dengan sistem yang lebih aman.
KLHK menargetkan penghentian open dumping di seluruh Indonesia pada tahun 2026 dan memperkuat komitmen menuju Indonesia Bebas Sampah 2029.
KLHK telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri untuk mewajibkan penghentian praktik ini dan memberikan sanksi kepada daerah yang tidak mematuhi. Oleh karena itu, peran pengawasan dan dorongan DPRD kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kudus untuk segera beralih ke sistem pengelolaan sampah modern.
“Kementrian Lingkungan Hidup menegaskan pentingnya kolaborasi antar DPRD dengan pemerintah pusat, daerah, dan swasta dalam mencari solusi pengelolaan sampah yang serius dan berkelanjutan,” tegasnya.
Perlu diketahui bahwa, dampak negatif open dumping dapat menyebabkan pencemaran air tanah, emisi gas metana yang berkontribusi pada pemanasan global, dan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar.
Solusinya adalah Sanitary Landfill yakni menggunakan metode penimbunan sampah yang lebih terencana dan terkontrol. Disamping itu juga pemilahan sampah penting untuk dilakukan sejak dari rumah guna mendukung efisiensi pengelolaan sampah dan mengurangi volume sampah di TPA.
(Elm@n)












